Kamis, 25 Maret 2010

Makalah Psikologi agama

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.

BAB II

Mengapa psikologi agama perlu PAI

Pengertian pendidikan PAI sendiri adalah kegiatan atau usaha yang sadar atau pengertian sistematis dan berkesinambungan untuk mengembangkan potensi agama manusia memberi sifat keislaman , serta kecakapan sesuai dengan pendidikan. Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud. H. M. Arifin, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang.

“Dengan adanya rasa agama seperti yang di ketahui setiap manusia, maka akan timbul perasaan saling menghargai dengan sesama individu lainya, sehingga akan timbul rasa saling toleransi kepada umat manusia beragama, dengan adanya sifat tersebut manusia dapat menjaga diri pada hal-hal yang di larang dan di anjurkan agama.

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadapsikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya.Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.

Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan. Namun, masih banyak lagi yang menjadi kendala kesempurnaan orang dewasa dalam beragama. kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Oleh kerana itu semua orang berkepentingan dengan Psikologi Agama dan dapat memanfaatkannya sesuai dengan kepentingannya masing-masing.

Bidang pendidikan anak misalnya, apabila si ibubapa ingin mendidik anaknya agar kelak menjadi seorang yang taat beragama, berakhlaq terpuji, berguna bagi masyarakat dan negaranya, dia dapat menggunakan pengetahuannya terhadap Psikologi Agama, disamping mengetahui sekedarnya tentang perkembangan jiwa anak pada umur tertentu dan perkembangan ciri remaja. Untuk itu dia dapat membaca buku tentang psikologi anak dan psikologi remaja.
Bila para dakwah ingin mengajak umat hidup sesuai dengan ketentuan agama, taat melaksanakan agama dalam kehidupan mereka, maka dia dapat menggunakan Psikologi Agama dengan lebih dahulu mengatahui latar belakang kehidupan mereka, lalu menunjukkan betapa pentingnya ajaran agama dalam kehidupan manusia.

Misalnya, manfaat iman bagi ketenteraman batin, manfaat solat, puasa, zakat dan haji bagi penyembuhan jiwa yang gelisah (fungsi kuratif) dan bagaimana pula manfaatnya bagi pencegahan gangguan jiwa (fungsi preventif) dan selanjutnya pentingnya iman dan ibadah tersebut bagi pembinaan dan pengembangan kesihatan jiwa (fungsi konstruktif). Psikologi Agama memberi gambaran tentang perkembangan jiwa agama pada seseorang, menunjukkan pula bagaimana pembahasan keyakinan (konversi) agama terjadi pada seseorang. Dan Psikologi Agama juga menjelaskan betapa seseorang mencari agama dan benar-benar mencintainya dalam bentuk mistik.

Psikologi Agama dan pendidikan

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Agama
Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77). Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata agama terdiri dari tidak, “gama”; pergi yang berarti tetap ditempat atau diwarisi turun menurun .

Dari definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15)
Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang lainnya.

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaqnya, sejak dilahirkan hingga dia mati. Atau usaha sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai ilmu pengetahuan (Civic Education Society; 2002). Sedang menurut Aristoteles (Filosof terbesar dari Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa: Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media) yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua.2
Pendidikan ini juga diatur dalam syari’at Islam dalam surat Al-Qashas:77 yang artinya sebagai berikut:
“Carilah apa yang dianugerahkan oleh Allah padamu dari kebahagiaan akhirat dan jangan kamu melupakan bahagiamu dari kebahagiaan Dunia.”
Al-Qur’an menjamin kesuksesan bangsa mana pun yang menempuh cara/ jalan-jalan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an itu. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran itu: misalnya firman Allah, yang artinya:
Dan tentang dirimu apakah tidak memikirkannya? (S. Adz-riyat: 21)

C. Hubungan Psikologi Agama dengan Dunia Pendidikan
Pandangan agama dan psikologi berjumpa pada diri manusia sendiri sebagai salah satu fenomena ciptaan Tuhan dengan segala karakter kemanusiaannya. Begitu juga dengan pendidikan yang menjadikannya manusia sebagai objek sekaligus sebjek penentu dari suatu keberhasilan system pendidikan dan tujuan pendidikan secara umu.
Menurut Al Attas tujuan pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keadilan dalam diri seseorang baik sebagai manusia atau individu. Dengan demikian yang perlu ditekankan dalam pendidikan adalah nilai manusia sejati, sebagai warga negara dalam kerajaannya yang mikro, sebagai sesuatu yang bersifat spiritual.
Dalam menamkan nilai-nilai kebaikan khususnya nilai agama, seorang pendidik harus memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Dalam hal yang berkaitan dengan ketaatan dan kepatuhan dalam hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seseorang terhadap suatu system nilai termasuk nilai keagamaan, L Kohlberg, secara teoristis mengemukakan bahwa seseorang dalam mengikuti tata nilai agar menjadi insane kamil itu melalui tingkatan atau stadium, diantaranya adalah:
Stadium 1: Menurut aturan untuk menghindari hukum.
Stadium 2: Bersikap konformis (mengikuti nilai yang berlaku) untuk memperoleh hadiah agar dipandang sebagai orang baik.
Stadium 3: Bersikap konformis untuk menhindari celaan orang lain.
Stadium 4: Bersikap konformis untuk menghindari hukum yang diberikan agar beberapa tingkah laku tertentu dalam kehidupan bersama.
Stadium 5: Konformitas dilakukan karena membutuhkan kehidupan bersama yang diatur.
Stadium 6 : Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar, melainkan karena keyakinan sendiri untuk melakukannya.
Pada saat menanamkan nilai-nilai moral dan agama seorang pendidik harus memperhatikan 6 stadium tersebut sebgai acuan dalam menentukan materi dan metode yang sesuai bagi peserta didiknya. Hal ini bertujuan untuk membina sikap positif dalam pembentukan pribadi anak dengan berbagai pengalaman keagamaan, sehingga ketika dewasa mereka tak cenderung bersikap negatif kepada agama.
Seseorang pendidik juga harus mempelajari dan memahami dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dala moral bagi anak didik.
Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang. Dalam pembianaan moral agama memiliki peranan yang sangat penting, karena nilai moral yang bersumber dari agama bersifat tetap dalam setiap dimensi waktu dan tempat. Berbeda dengan nilai social kemasyarakatan yang bersifat relatif tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap baik atau sopan di suatu daerah namun di tempat lain pandangan itu dapat berubah menjadi tidak baik atau tidak sopan.
Dengan demikian nyatalah betapa pentinganya psikologi agama bagi duniawi pendidikan. Untuk meraih kualitas insane paripurna, dalam dunia pendidikan dan psikologi kontemporer banyak sekali dikembanghkan program pelatihan pengembangan diri pribadi. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan aspek psikososial yang positif dan mengurangi aspek negatif.
Dalam pelatihan yang bercorak psiko-educatif diharapkan para peserta didik sadar diri, mampu beradaptasi, menemukan arti dan tujuan hidupnya serta menyadari dan menghayati intensitas ibadah. Dengan pelatihan semacam ini ungkapan “The man behind the system” ditingkatkan menjadi “The spirit of the man behind the system” yang berarti adanya peningkatan mental spiritual pada manusia penerap system.”

D. Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan (keluarga, Sekolah, dan Masyarakat).
Education (pendidikan) dan jiwa keagamaaan sangat terkait, karena pendidikan tanpa agama ibaratnya bagi manusia akan pincang. Sedang jiwa keagamaan yang tanpa melalui menegemant pendidikan yang baik, maka juga akan percuma. Dengan kata lain, pendidikan dinilai memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan pada seseorang.

a. Pendidikan Keluarga
Perkembangan agama menurut W.H. Clark, berjalin dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasikan secara jelas, karenaa masalah yang menyangkut kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat didalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu bekembang (W.H. Clark, 1964: 4).
Menurut Rosul Allah swt, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.

b. Pendidikan Kelembagaan
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbgai faktor yang dapat memotivasi nak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab, pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih dititik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga.
Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya. Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima kesikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses:

- Pertama adalah adanya perhatian; kedua, adanya pemahaman; dan ketiga, adanya penerimaa. Dengan demikian, pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak sangat tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertama, pendidikan agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat bantu yang memungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya.
- Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hapalan semata. Ketiga; penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidk itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua sikap ini akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.

c. Pendidikan Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Peran psikologi agama dalam lembaga ini adalah memupuk jiwa keagamaan karenma masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fidik maupub psikis. Yang mana pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Sehingga sangat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis.

Hati yang bersih dan sehat adalah cahaya yang seseorang pada langkah-langkah kehidupan yang benar, dan yang memberikan rasa ketenangan dan kepuasan pada jiwa. Apabila kita mendapat pendidikan dan kesadaran hati pada waktu kecil, artinya kita telah menegakkan pilar-pilar pendidikan yang sangat kokoh. Berangkat dari sinilah, kita wajib memberikan perhatian penuh utuk menghidupkan kontrol agama pada jiwa seseorang dan kita jadikan hal itu sebagai sarana untuk menjaga nilai-nilai akhlak yang ada padanya.
Umar bin Khattab r.a menyatakan “Barang siapa yang kebal dididik oleh syari’at, maka Allah pun enggan menaikkanny. Artinya jka kekuatan rasa beragama atau pengawasan jiwa, kontrol hati tidak ada pengaruhnya, maka peraturan atau undang-undang apapun yang ada dimuka bumi ini juga tidak akan ada pengaruhnya Hubungan psikologi agama dengan pendidikan adalah; kedua-duanya mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa amnesia yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal darikata Al-Din yang berarti undang-undang/ hokum, religi (latin) atau relege berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata Agama terdiri dari kata akronim dari “a” ; tidak, “gam;” pergi yang berarti tetap di tempat dan diwarisi turun menurun. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan pengertian psikologi agama adalah; suatu ilmu yang mempelajari kepercayaan jiwa manusia secara keseluruhan baik dari sisi jasmani maupun rohani manusia.

Menurut Quraish Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an, untuk bertaqwa kepada-Nya. Dengan demikian pendidikan harus mampu membina, mengarahkan dan melatih potensi jasmani, jiwa, akal dan fisik manusia seoptimal mungkin agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Pendidikan memang mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia, oleh karena itu pendidikan agama islam adalah sebuah upaya nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada perkembangan rasa agama. Umat islam akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa agama itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan, rasa bertuhan ini meliputi merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa rindu, rasa kagum dan lain-lain. Kedua yaitu rasa taat, rasa taat ini meliputi ada rasa ingin mengarahkan diri pada kehendak-Nya dan ada rasa ingin mengikuti aturan-aturan-Nya.
Pendidikan agama adalah bentuk pendidikan nilai, karena itu maksimal dan tidaknya pendidikan agama tergantung dari faktor yang dapat memotivasi untuk memahami nilai agama. Semakin suasana pendidikan agama membuat betah maka perkembangan jiwa keagamaan akan dapat tumbuh dengan optimal. Jiwa keagamaan ini akan tumbuh bersama dengan suasana lingkungan sekitarnya. Apabila jiwa keagamaan te;lah tumbuh maka akan terbentuk sikap keagamaan yang termanifestasikan dalam kehidupan sehari-harinya

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya.
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban.
Remaja adalah cikal bakal calon pemimpin Negara, membentuk psikologi yang benar pada remaja telah di atur di dalam Islam sebagai agama yang satu-satunya Haq. Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Taules ; berpendapat bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan megaplikasikanprinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan .

Sedangkan menurut Zakiah Darajat, psikologi agama adalah meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang yang mempelajari berapa besar pengaruh kenyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di sampinga itu, psikologi agama jua mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mem pengaruhi kenyakinan tersebut.

Sehubugan dengan psikologi agama Jalaludin berpendapat bahwa Psikologi Agama menggunakan dua kata yaitu Psikologi dan Agama, kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Dimana Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajarigejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradap.

BAB III

PENUTUP

Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya penyadaran terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang hanya sebagi kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

v Rahmad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Penerbit Putra Utama: Jakarta.

v Rahmad, Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama (sebuah pengantar). Penerbit: Mizan media buku utama, Jakarta.

v Abu Bakar, Muhammad. 1981. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran. Usaha Nasional: Surabaya.

v Awwad, Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Gema Insani Press: Jakarta.

v Quraish Shihab. 1992. Membumikan al Qur`an Bandung: Mizan,

v Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

v [3]Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

4 komentar: